Agrotek UNS berdialog Filsafat dan Tani 

Pagi yang cerah kemarin (29/10) terlihat rombongan bus berduyun-duyun penuh sesak parkir di depan gerbang Padepokan Filosofi dan Pondok Tani Organik Yasnaya Polyana. Ratusan mahasiswa satu per satu mulai keluar dari bus setelah perjalanan selama tujuh jam menghirup udara AC akhirnya tiba di tanah organic Yasnaya Polyana dan berganti menghirup oksigen segar di sela-sela rimbunnya aneka tanaman di Pondok Tani Organik, Windujaya, Purwokerto. Lelah dan penat selama perjalanan seketika terbayarkan oleh susana asri dan hening khas Padepokan Filosofi. Seketika tempat ini pun menjadi hangat oleh kedatangan para pencari ilmu dari mahasiswa Prodi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, UNS Surakarta. 

Memulai kegiatan pagi dengan bersih diri sambil sebagian mengantri, mereka menyeruput kopi dan juga menikmati teh hangat khas racikan Yasnaya Polyana hingga beberapa ruang-ruang diskusi pun terbentuk dengan membicarakan perjalanan, tanaman, lingkungan dan juga kegiatan tentunya, karena menu diskusi yang akan datang berikutnya adalah menu diskusi filsafat. Hal yang sudah lama digeluti oleh Padepokan ini untuk memadukan secara seimbang antara filsafat dan tani. Kedua hal yang menurut sebagian banyak orang yang telah berkunjung maupun mendengarnya terasa aneh dan mustahil. Nah…pagi itu kawan-kawan mahasiswa ini bersama beberapa dosen dan pendamping akan berdialog seputar filsafat tani dan juga kewirausahaan.

Tepat pada pukul 09.30 WIB kegiatan pun dimulai. Terletak di bangsal Padepokan Filosofi, ratusan mahasiswa mulai memadati tempat ini. Sebagian berada di indoor dan sebagian harus rela berpanas-panasan berada di outdoor demi pengetahuan dan juga dialog hal baru bagi prodi Agrotek UNS ini. Hadir sebagai pembicara yakni Ashoka Siahaan, founder dari Padepokan Filosofi Yasnaya Polyana, Warseno selaku ketua Lembaga Advokasi Kearifan Lokal sekaligus pegiat tani di Pondok Tani Organik dan Karishma Pribadhy, murid Padepokan dan pegiat wirausaha di Purwokerto. 

Ashoka menekankan perlunya melihat pertanian secara universal, bukan fragmentaris. Seperti halnya memandang filosofi adalah cara memandang yang komprehensif, totalitas, sistematik, dan rasional. Hal ini pun juga berlaku dalam cara pandang kita terhadap pertanian. Diperlukan cara pandang yang equilibrium dan kesatuan pemahaman dalam menghandle dan memajukan kehidupan tani dan manusia tani Indonesia. Bukan cara pandang yang fragmentaris, seperti halnya jika membicarakan kekayaan dan kepemilikan. Menurutnya yang seharusnya adalah adil dan Makmur, bukan adil dan dan kaya, apalgi jika dirumuskan dengan kaya dan adil. 

Lebih lanjut ia juga menguraikan soal Pembangunan Manusia dan Manusia Pembangunan yang sering disebut dengan Pembangunan Manusia Seutuhnya. Dimana manusia diletakkan sebagai obyek sekaligus subyek dalam membangunan termasuk bagi manusia tani dalam budaya bangsa yang agraris. Ashoka menantang mahasiswa agar dapat memberikan pencerahan dan pengetahuan bagi manusia tani Indonesia yang notabene banyak keluarga Indonesia menyandarkan hidupnya dari bekerja di sektor pertanian namun ironinya kemiskinan terbesar juga datang dari keluarga petani. Hal ini juga ia singgung berkenaan dengan RPJPN 2025-2045 yang tidak jelas merumuskan mau kemana pembangunan kita, terlebih pada persoalan pertanian. Ia mengatakan secara filosofi persoalan tani harus dirumuskan secara komprehensif.

Dalam paparannya, Warseno menyebut regenerasi tani dalam budaya negara agraris sangat memprihatinkan. Kondisi ini ditengarai oleh faktor cara memandang pertanian sebagai sesuatu yang berat dan butuh waktu lama ditengah desakan sikap konsumtif generasi bangsa kita. Budaya untuk selalu menjadi pembelajar lewat kearifan ngenger telah banyak ditinggalkan dan tidak diketahui lagi oleh banyak anak muda dan mahasiswa. Ngenger yang bertujuan untuk mencukupi kebutuhan hidup dan kebutuhan pengetahuan tak lagi digaungkan ditengah darasnya budaya digital. Ia menekankan perlunya keilmuan mahasiswa pertanian dapat membantu meningkatkan kapasitas berpikir, berorganisasi dan juga bekerja secara lebih terstruktur sebagai penguatan mentalitas petani Indonesia. Jangan sampai justru intelektual menjadi penindas kaum tani. Budaya mata rantai tengkulak yang panjang mengakibatkan harga barang tani di pasar tidak mencerminkan pengorbanan jerih payah keringat petani sebagai produsen. Seno juga mengajak generasi muda untuk ikut serta berkolaborasi dalam beragam kegiatan di Padepokan Filosofi dan Pondok Tani Organik dalam hal pertanian dan literasi. Baginya menjadi petani juga harus seimbang antara kebutuhan perut dan kebutuhan pengetahuan. 

Karishma Pribadhy yang akrab disapa Aris menyampaikan bahwa tidak semua mahasiswa pertanian mau jadi petani. Ia menekankan bahwa seharusnya mahasiswa pertanian mampu untuk membuat bidang usaha pertanian menjadi eksotik agar semakin diminati oleh generasi muda. Ia juga memberikan gambaran bahwa dengan konsentrasi di usaha pertanian banyak sekali peluang-peluang yang dapat diraih. Mulai dari pasar pangan yang akan terus terbuka lebar, sumber pendanaan yang besar serta memacu inovasi untuk terus berkembang. Baginya menjadi petani bukan suatu hal yang remeh-temeh meski ia pun mengingatkan bahwa tantangan yang akan dihadapi cukup menguras tenaga hingga kemampuan berpikir. Namun di sisi lain sektor pertanian sangat menjanjikan untuk masa depan. 

Dalam sesi dialog beberapa mahasiswa pun aktif terlibat dalam forum yang berakhir tengah hari pukul 12.00 WIB. Pertanyaan seputar apakah Yasnaya Polyana menerapkan pola Biosentrism oleh salah satu mahasiswa asing dari Nigeria (Mustofa) dijawab oleh Pendiri Padepokan bahwa integrated farming yang diterapkan oleh Yasnaya Polyana adalah wujud Bhinneka Tunggal Ika, selain itu integrated farming secara filosofi lebih membela kerakyatan ketimbang model Perkebunan yang lebih condong membela penguasa/pemilik modal secara filosofinya.

Seputar manusia tani juga menjadi topik tanya jawab, Dimana salah seorang mahasiwa (Bagus) bertanya mengenai harga-harga komoditas tani dan juga kesadaran petani. Bagi Padepokan Filosofi organisasi bagi petani menjadi penting untuk dilakukan. Selain sebagai alat membangun kesadaran dan kecerdasan juga bisa menjadi kelompok penekan (pressure group) bagi kebijakan yang tidak berpihak pada petani. 

Kebijakan harga yang sangat fluktuatif bergantung pada pasar global serta kebijakan pemerintah menjadikan petani tidak meperoleh kebermanfaatan, tanya Laila Nafisa. Dalam hal ini Aris mengatakan kebijakan dan fluktuasi harga harus menjadi perhatian sebagai bagian dari kesadaran dan pengetahuan petani, namun yang terpenting ialah petani harus mampu berinovasi untuk mencari nilai lebih dari produk tani yang dihasilkan. 

Setelah kegiatan dialog Filsafat Tani usai, para mahasiswa pun meninjau lahan pertanian Pondok Tani organic. Di sela-sela tour kebun, Warseno menjelaskan dan mengenalkan aneka tanaman yang ada di Padepokan yang dikelola secara organic dan tumpangsari. Dimana ekosistem alami dan saling mendukung terpelihara di Yasnaya Polyana Indonesia, Purwokerto. Tak lupa kunjungan ke Lokawisata Baturraden menjadi destinasi mereka untuk refreshing mumpung singgah di Purwokerto. /sen