Apa kau tahu bahwa buat menjadi seorang politikus itu tidak mudah?” Apalagi kalau kau mau jadi politikus yang berpijak pada kepentingan-kepentingan politik rakyat. “ya tahu dong pak, sebab itu aku sekarang ingin belajar soal politik”. Demikian salah satu dialog di buku ini antara Guntur Sukarno Putra penulis buku ini dengan Bung Karno, bapaknya, kawannya dan juga gurunya. Buku ini banyak menyajikan pengalaman sehari-hari Guntur Sukarno Putra bersama Bung Karno.
Dalam penyajiannya buku berjudul “Bung Karno Bapakku Kawanku Guruku” ini sangatlah menarik dan bisa dibilang nyentrik. Luwes dan lentur untuk dimasukkan ke dalam genre buku historical. Buku yang ditulis dengan cukup komunikatif ini mampu memberikan informasi dan pemahaman sekaligus tentang sosok Sukarno. Terdiri dari pengalaman pribadi dan memori penulis buku ini mengajak pembaca merasakan pengalaman yang akrab sebagaimana kehangatan dan keakraban yang dialami dan dikenang oleh penulisnya sendiri.
Layak sebagai sebuah buku memoir yang sarat akan narasi historis dan pengalaman serta pengetahuan tinggi akan gagasan dan laku hidup yang dijalani Bung Karno namun Bung Karno sebagai seoarang bapak tentu sangat personal bagi penulis (Guntur Soekarno Putra) yang lebih akrab -dan kadang memang dengan bangga menyebut dirinya sendiri sebagai Mas Tok-. Pengalaman personal yang disampaikan kepada publik mampu mengangkat imajinasi pembaca ikut merasakan pengalaman personalnya, tertawa terbahak dengan kekocakannya, saat merasakan dialog yang terjadi dan bahkan merasakan sesuatu yang jauh dari itu apalagi bagi pembaca yang mengetahui sejarah sesudahnya tentang bagaimana nasib politik yang dialami Bung Karno.
Bung Karno sebagai seorang bapak diceritakan dalam banyak tulisan di buku ini seperti dalam bagian yang diberi judul: “Hadiah Lulus Ujian” Mas Tok menceritakan secara singkat namun sarat pesan mulai dari dididik untuk tidak menjadi anak manja meski sebagai anak-anak seorang presiden sampai dialog yang menunjukkan kedekatan dan sisi egalitarian dari Bung Karno kepada anak-anaknya.
Kedekatan sebagai seorang bapak misalnya dalam kisah lain: “Bung Karno Tarzan Indonesia” yang keakraban Bung Karno saat membagi waktu bersama anak-anak seperti Mas Tok dan putri Bung Karno Megawati yang memaksa Bung Karno berenang padahal Bung Karno tidak bisa berenang namun Bung Karno tetap memenuhi permintaan putra-putrinya.
Buku ini diberi kata pengantar oleh Puti Guntur Soekarno (Putri semata wayang Guntur Sukarno Putra) yang juga sempat menjadi ketua panitia launching buku pada tahun 2012 di Gedung Sampoerna Strategic Jakarta. Meski tidak ditulis dengan keketatan aturan penulisan baku buku ilmiah tetapi bobot buku ini tidak diragukan lagi mampu mengemukakan banyak fakta yang tidak diketahui khalayak. Penting untuk dibaca! Semoga bermanfaaat.
(Janu. Red)
Ditulis ulang dari Buletin Sumber