Oleh : Ashoka Siahaan

Bumi menanti kita untuk menjadi masyarakat organik.Perkembangan global dari dekade ke dekade mengalami persoalan yang berbeda dari satu titik ke titik yang lain yang sangat bertentangan penyebab maupun dampaknya. Pada dekade 60 an kekuatan Revolusi Hijau mencengkeram seluruh perkembangan kehidupan tani dengan dampak yang mengglobal terhadap kerusakan tanah maupun produk makanan dan kehidupan manusia. Pada saat itu hampir seluruh Pemerintahan di dunia tercekam dengan teori kekurangan pangan sebagai deret hitung dan perkembangan manusia sebagai deret ukur Malthus, oleh karena itu dicanangkanlah pertanian yang sangat intensif untuk mencukupi mulut-mulut manusia akibat ledakan penduduk.

            Kelihatannya kata Revolusi Hijau ekologis padahal merusak secara biologis dan morvhologi tanah dan manusia. Tanah dipaksa untuk memberi makanan kepada tanaman secara artifisial untuk mencapai panen tiga sampai empat kali tiap tahun, daya dukung tanah selama berpuluh tahun berjalannya Revolusi Hijau dipenuhi oleh pupuk anorganik  baik itu yang masuk ke dalam tanah maupun segala macam pestisida kimia yang disemprotkan melalui udara sehingga meninggalkan residu racun pada tanah, udara maupun air. Tidak satupun produk makanan yang luput dari pengaruh residu racun tersebut bagi manusia bahkan hewan.

            Hingga akhir dekade 90 an sudah mulai terdengar gerakan di berbagai belahan dunia gerakan kembali ke alam, dalam pengertian yang bersifat organik, artinya yang bisa menghidupi segala bentuk mikroba dalam tanah termasuk menghidupi manusia secara sehat, dengan demikian hewan-hewan pun akan menjadi sehat dan berdampak ekologi menjadi sehat.

            Itu sebabnya disebutkan di atas gerakan global dari dekade ke dekade sifatnya berbeda, dekade 60 an merupakan dekade anorganik sedangkan dekade 90 an dimulai zaman organik. Sebetulnya dekade-dekade sebelum 60 an bahkan jauh di zaman abad lalu, semua bangsa mempunyai jalannya sendiri-sendiri dengan kearifan lokalnya masing-masing mencari jalan yang arif bijaksana baik secara konsep maupun tekhnis, begitu pula di Indonesia tidak ada satupun komunitas yang tidak mengenal cara-cara mereka untuk mengatasi berbagai kendala di dalam mengorganisir, menanam, memanen menyimpan dan pengolahan pasca panen dengan cara yang alami dan organik.

            Seluruh kesatuan ini didukung pula oleh pengetahuan yang sudah ratusan tahun dikembangkan dan digunakan yaitu Pranoto Mongso sebuah sistim hubungan kehidupan antara makro dan mikro kosmos. Di mana manusia sebagai mikro selalu mengamat, menyusun, dan menjalankan aturan-aturan makro kosmos di mana ia tinggal, komunitas itu mampu menyusun sebuah tata waktu untuk menanam, merawat, dan memanen secara bersama.