Pada sesi diskusi kebudayaan, Dekan FIB UI menyampaikan bahwa kearifan lokal menjadi sumber pengetahuan dan acuan jati diri bangsa. Ia juga menyayangkan intelektual yang setelah masuk menjadi birokrat hanya menjadikan kebudayaan sebagai “keset”. Mereka meninggalkan kebudayaan saat menjadi birokrat dan kembali menanyakan kebudayaan saat pembangunan fisik mencapai kegagalan.

Warseno, ketua Lembaga Advokasi Kearifan Lokal (LAKL), menyambung pembicaraan diskusi menjelaskan bahwa Advokasi filosofis mengarah pada upaya creation of culture, bukan hanya preservation of culture. Riset dan kreatifitas berperan penting agar mampu mengahadapi kemajuan global tanpa hanyut dalam arus globalisasi. Ia juga menghimbau jika kearifan lokal tidak dibingkai dalam kebudayaan nasional dan Ideologi Pancasila akan dapat menimbulkan bentuk primordial baru karena merasa paling superior.

Sementara itu, Alif Syuhada perwakilan dari anggota Padepokan Filosofi menjelaskan tentang mediokritas sebagai sumber persoalan sosial. Ia juga menambahkan program-program Padepokan yang menunjang berswadaya pikir masyarakat tani antara lain Peasant Children Education. Program ini bertujuan untuk menyiapkan generasi tani agar minimal mampu menjadi guru bagi dirinya sendiri, serta mampu kreatif mengembangkan potensi desa.

Penghargaan Filosofis juga diselenggarakan dalam rangka memperingati dua dasa warsa Padepokan melakukan upaya karsa di desa yang mana idenya telah terilhami sejak 40 tahun yang lalu.

Acara dihadiri oleh Bupati Banyumas Ir. H. Achmad Husein, akademisi, intelektual, praktisi pertanian organik, seniman, pramuka, aktifis, hingga pelajar dan guru di sekolah-sekolah Kabupaten Banyumas. Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB-UI) Dr. Adrianus L.G. Waworuntu juga hadir sebagai narasumber bersama tim Padepokan dalam diskusi kebudayaan.